Sejarah di Kepulauan Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang dan rumit. Sebelum bumi didiami manusia, kepulauan ini hanya diisi tumbuhan flora dan fauna yang masih sangat kecil dan sederhana. Alam juga harus menjalani evolusi terus menerus untuk menemukan keseimbangan agar mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi alam dan iklim, sehingga makhluk hidup dapat bertahan dan berkembang biak mengikuti seleksi alam. Gugusan kepulauan ataupun wilayah maritim seperti yang kita temukan sekarang ini terletak di antara dua benua dan dua samudera, antara Benua Asia di utara dan Australia di selatan, antara Samudera Hindia di barat dan Samudera Pasifik di belahan timur. Faktor letak ini memainkan peran strategis sejak zaman kuno sampai sekarang. Namun sebelum itu marilah kita sebentar berkenalan dengan kondisi alamnya, terutama unsur-unsur geologi atau unsur- unsur geodinamika yang sangat berperan dalam pembentukan Kepulauan Indonesia.
Menurut para ahli bumi, posisi pulau-pulau di Kepulauan Indonesia terletak di atas tungku api yang bersumber dari magma dalam perut bumi. Inti perut bumi tersebut berupa lava cair bersuhu sangat tinggi. Makin ke dalam tekanan dan suhunya semakin tinggi. Pada suhu yang tinggi itu material-material akan meleleh sehingga material di bagian dalam bumi selalu berbentuk cairan panas. Suhu tinggi ini terus menerus bergejolak mempertahankan cairan sejak jutaan tahun lalu. Ketika ada celah lubang keluar, cairan tersebut keluar berbentuk lava cair. Ketika lava mencapai permukaan bumi, suhu menjadi lebih dingin dari ribuan derajat menjadi hanya bersuhu normal sekitar 30 derajat. Pada suhu ini cairan lava akan membeku membentuk batuan beku atau kerak. Keberadaan kerak benua (daratan) dan kerak samudera selalu bergerak secara dinamis akibat tekanan magma dari perut bumi. Pergerakan unsur-unsur geodinamika ini dikenal sebagai kegiatan tektonis.
Sebagian wilayah di Kepulauan Indonesia merupakan titik temu di antara
tiga lempeng, yaitu lempeng
Indo-Australia di selatan, Lempeng Eurasia di utara dan Lempeng Pasifik
di timur. Pergerakan lempeng- lempeng tersebut
dapat berupa subduksi (pergerakan
lempeng ke atas),
obduksi (pergerakan lempeng ke
bawah) dan kolisi (tumbukan lempeng). Pergerakan lain dapat berupa
pemisahan atau divergensi (tabrakan) lempeng- lempeng. Pergerakan
mendatar berupa pergeseran
lempeng- lempeng tersebut masih terus
berlangsung hingga sekarang. Perbenturan
lempeng-lempeng tersebut menimbulkan
dampak yang berbeda-beda. Namun semuanya
telah menyebabkan wilayah Kepulauan
Indonesia secara tektonis
merupakan wilayah yang sangat
aktif dan labil hingga rawan gempa
sepanjang waktu.
Pada masa Paleozoikum
(masa kehidupan tertua) keadaan geografis Kepulauan Indonesia belum
terbentuk seperti sekarang ini. Di kala itu wilayah ini masih merupakan bagian
dari samudera yang sangat luas,
meliputi hampir seluruh
bumi. Pada fase
berikutnya, yaitu pada akhir masa
Mesozoikum, sekitar 65 juta
tahun lalu, kegiatan tektonis itu menjadi sangat aktif menggerakkan lempeng- lempeng Indo-Australia, Eurasia dan
Pasifik. Kegiatan ini dikenal
sebagai fase tektonis
(orogenesa laramy), sehingga
menyebabkan daratan terpecah-pecah. Benua Eurasia menjadi
pulau-pulau yang terpisah satu
dengan lainnya. Sebagian di
antaranya bergerak ke selatan membentuk pulau-pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi serta pulau-pulau di Nusa Tenggara Barat dan
Kepulauan Banda. Hal yang sama juga terjadi pada Benua Australia. Sebagian pecahannya
bergerak ke utara membentuk pulau-pulau Timor, Kepulauan Nusa Tenggara Timur dan sebagian
Maluku Tenggara. Pergerakan
pulau-pulau hasil pemisahan dari
kedua benua tersebut telah mengakibatkan wilayah pertemuan keduanya sangat
labil. Kegiatan tektonis yang sangat aktif dan kuat telah membentuk
rangkaian Kepulauan Indonesia
pada masa Tersier sekitar 65
juta tahun lalu.
Sebagian besar daratan Sumatra, Kalimantan dan Jawa telah tenggelam menjadi laut dangkal sebagai akibat terjadinya proses kenaikan permukaan laut atau transgresi. Sulawesi pada masa itu sudah mulai terbentuk, sementara Papua sudah mulai bergeser ke utara, meski masih didominasi oleh cekungan sedimentasi laut dangkal berupa paparan dengan terbentuknya endapan batu gamping. Pada kala Pliosen sekitar lima juta tahun lalu, terjadi pergerakan tektonis yang sangat kuat, yang mengakibatkan terjadinya proses pengangkatan permukaan bumi dan kegiatan vulkanis. Ini pada gilirannya menimbulkan tumbuhnya (atau mungkin lebih tepat terbentuk) rangkaian perbukitan struktural seperti perbukitan besar (gunung), dan perbukitan lipatan serta rangkaian gunung api aktif sepanjang gugusan perbukitan itu. Kegiatan tektonis dan vulkanis terus aktif hingga awal masa Pleistosen, yang dikenal sebagai kegiatan tektonis Plio-Pleistosen. Kegiatan tektonis ini berlangsung di seluruh Kepulauan Indonesia. Gunung api aktif dan rangkaian perbukitan struktural tersebar di sepanjang bagian barat Pulau Sumatra, berlanjut ke sepanjang Pulau Jawa ke arah timur hingga Kepulauan Nusa Tenggara serta Kepulauan Banda. Kemudian terus membentang sepanjang Sulawesi Selatan dan Utara. Pembentukan daratan yang semakin luas itu telah membentuk Kepulauan Indonesia pada kedudukan pulau-pulau seperti sekarang ini. Hal itu telah berlangsung sejak kala Pliosen hingga awal Pleistosen (1,8 juta tahun lalu). Jadi pulau-pulau di kawasan Kepulauan Indonesia ini masih terus bergerak secara dinamis, sehingga tidak heran jika masih sering terjadi gempa, baik vulkanis maupun tektonis.
Letak Kepulauan Indonesia yang berada pada deretan gunung api membuatnya menjadi daerah dengan tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam dan kondisi geografis ini telah mendorong lahirnya penelitian dari bangsa- bangsa lain. Dari sekian banyak penelitian terhadap flora dan fauna tersebut yang paling terkenal diantaranya adalah peneliti Alfred Russel Wallace yang membagi Indonesia dalam dua wilayah yang berbeda berdasarkan ciri khusus baik fauna maupun floranya. Pembagian itu adalah Paparan Sahul di sebelah timur, Paparan Sunda di sebelah barat. Zona di antara paparan tersebut kemudian dikenal sebagai wilayah Wallacea yang merupakan pembatas fauna yang membentang dari Selat Lombok hingga Selat Makassar ke arah utara. Fauna-fauna yang berada di sebelah barat garis pembatas itu disebut dengan Indo-Malayan region. Di sebelah timur disebut dengan Australia Malayan region. Garis itulah yang kemudian kita kenal dengan Garis Wallacea.
Komentar
Posting Komentar