Skip to main content

Perang Aceh

 7. Perang Aceh

        Aceh memiliki kedudukan yang strategis. Aceh menjadi pusat perdagangan. Daerahnya luas dan memiliki hasil penting seperti lada, hasil tambang, serta hasil hutan. Karena itu dalam rangka mewujudkan Pax Neerlandica, Belanda sangat berambisi untuk menguasai Aceh. Kita tahu sejak masa VOC, orangorang Belanda itu ingin menguasai perdagangan di Aceh, begitu juga zaman pemerintahan Hindia Belanda. Tetapi di sisi lain orang-orang Aceh dan para sultan yang pernah berkuasa tetap ingin mempertahankan kedaulatan Aceh. Semangat dan tindakan sultan beserta Rakyatnya yang demikian itu memang secararesmi didukung dan dibenarkan oleh adanya Traktat London tanggal 17 Maret 1824. Traktat London itu adalah hasil kesepakatan antara Inggris dan Belanda yang isinya antara lain bahwa Belanda setelah mendapatkan kembali tanah jajahannya di Kepulauan Nusantara, tidak dibenarkan mengganggu kedaulatan Aceh. Dengan isi Traktat London itu secara resmi menjadi kendala bagi Belanda untukmenguasai Aceh. Tetapi secara geografis-politis Belanda merasa diuntungkan karena kekuatan Inggris tidak lagi sebagai penghalang dan Belanda mulaidapat mendekati wilayah Aceh. Apalagi pada tahun 1825 Inggris sudah menyerahkan Sibolga dan Natal kepada Belanda. Dengan demikian Belanda sudah berhadapan langsung wilayah Kesultanan Aceh. Belanda tinggal menunggu momen yang tepat untuk dapat melakukan intervensi di Aceh. Belanda mulai kusak- kusuk untuk menimbulkan kekacauan di Aceh. Politik adu domba juga mulai diterapkan. Belanda juga bergerak di wilayah perairan Aceh dan Selat Malaka. Belanda sering menemukan para bajak laut yang mengganggu kapal-kapal asing yang sedang berlayar dan berdagang di perairan Aceh dan Selat Malaka. Dengan alasan menjaga keamanan kapal kapal yang sering diganggu oleh para pembajak maka Belanda menduduki beberapa daerah seperti Baros dan Singkel. Gerakan menuju aneksasi terus diintensifkan. Pada tanggal 1 Februari 1858, Belanda menyodorkan perjanjian dengan Sultan Siak, Sultan Ismail. Perjanjian inilah yang dikenal dengan Traktat Siak. Isinya antara lain Siak mengakui kedaulatan Hindia Belanda di Sumatra Timur. Ini artinya daerahdaerah yang berada di bawah pengaruh Siak seperti: Deli, Asahan, Kampar, dan Indragiri berada di bawah dominasi Hindia Belanda. Padahal daerahdaerah itu sebenarnya berada di bawah lindungan Kesultanan Aceh. Tindakan Belanda dan Siak ini tidak diprotes keras oleh Kesultanan Aceh.

        Perkembangan politik yang semakin menohok Kesultanan Aceh adalah ditandatanganinya Traktat Sumatera antara Belanda dengan Inggris pada tanggal 2 November 1871. Isi Traktat Sumatera itu antara lain Inggris memberi kebebasan kepada Belanda untuk memperluas daerah kekuasaannya di seluruh Sumatera. Hal ini jelas merupakan ancaman bagi Kesultanan Aceh. Dalam posisi yang terus terancam ini Aceh berusaha mencari sekutu dengan negara-negara lain seperti dengan Turki, Italia bahkan juga melakukan kontak hubungan dengan Amerika Serikat. Aceh kemudian tahun 1873 mengirim utusan yakni Habib Abdurrahman pergi ke Turki untuk meminta bantuan senjata. Langkah-langkah Aceh itu diketahui oleh Belanda. Oleh karena itu, Belanda mengancam dan mengultimatum agar Kesultanan Aceh tunduk di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Aceh tidak akan menghiraukan ultimatum itu. Karena Aceh dinilai membangkang maka pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda melalui Komisaris Nieuwenhuijzen mengumumkan perang terhadap Aceh. Pecahlah pertempuran antara Aceh melawan Belanda. Para pejuang Aceh di bawah pemerintahan Sultan Mahmud Syah II mengobarkan semangat jihad angkat senjata untuk melawan kezaliman Belanda. Beberapa persiapan di Aceh sebenarnya sudah dilakukan. Misalnya membangun pos-pos pertahanan. Sepanjang pantai Aceh Besar telah dibangun kuta, yakni semacam benteng untuk memperkuat pertahanan wilayah. Kuta ini dibangun di sepanjang Pantai Aceh Besar seperti Kuta Meugat, Kuta Pohama, Kuta Mosapi dan juga lingkungan istana Kutaraja dan Masjid Raya Baiturrahman. Jumlah pasukan juga ditingkatkan dan ditempatkan di beberapa tempat strategis. Sejumlah 3000 pasukan disiagakan di pantai dan 4000 pasukan disiagakan di lingkungan istana. Senjata dari luar juga sebagian juga telah berhasil dimasukkan ke Aceh seperti 5000 peti mesiu dan sekitar 1394 peti senapan.

        Memperhatikan hasil laporan spionase Belanda yang mengatakan bahwa Aceh dalam keadaan lemah secara politik dan ekonomi, membuat para pemimpin Belanda termasuk Kohler optimis bahwa Aceh segera dapat ditundukkan. Oleh karena itu, serangan-serangan tentara Belanda terus diintensifkan. Tetapi kenyataannya tidak mudah menundukkan para pejuang Aceh. Dengan kekuatan yang ada para pejuang Aceh mampu memberikan perlawanan sengit. Pertempuran terjadi kawasan pantai, kemudian juga di kota, bahkan pada tanggal 14 April 1873 terjadi pertempuran sengit antara pasukan Aceh dibawah pimpinan Teuku Imeum Lueng Bata melawan tentara Belanda di bawah pimpinan Kohler untuk memperebutkan Masjid Raya Baiturrahman. Dalam pertempuran memperebutkan Masjid Raya Baiturrahman ini pasukan Aceh berhasil membunuh Kohler di bawah pohon dekat masjid tersebut. Pohon ini kemudian dinamakan Kohler Boom. Banyak jatuh korban dari pihak Belanda. Begitu juga tidak sedikit korban dari pihak pejuang Aceh yang mati syahid. Terbunuhnya Kohler ini maka pasukan Belanda ditarik mundur ke pantai. Dengan demikian gagallah serangan tentara Belanda yang pertama. Ini membuktikan bahwa tidak mudah untuk segera menundukkan Aceh. Karena kekuatan para pejuang Aceh tidak semata-mata terletak pada kekuatan pasukannya, tetapi juga terkait hakikat kehidupan yang didasarkan pada nilai-nilai agama dan sosial budaya yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an. Doktrin para pejuang Aceh dalam melawan Belanda hanya ada dua pilihan “syahid atau menang”. Dalam hal ini nilai-nilai agama senantiasa menjadi potensi yang sangat menentukan dalam menggerakkan perlawanan terhadap penjajahan asing. Oleh karena itu, Perang Aceh berlangsung begitu lama. Setelah melipatgandakan kekuatannya, pada tanggal 9 Desember 1873 Belanda melakukan agresi atau serangan yang kedua. Serangan ini dipimpin oleh J. van Swieten. Pertempuran sengit terjadi istana dan juga terjadi di Masjid Raya Baiturrahman. Para pejuang Aceh harus mempertahankan masjid dari serangan Belanda yang bertubi-tubi. Masjid terus dihujani peluru dan kemudian pada tanggal 6 Januari 1874 masjid itu dibakar. Para pejuang dan ulama kemudian meninggalkan masjid.

        Tentara Belanda kemudian menuju istana. Pada tanggal 15 Januari 1874 Belanda dapat menduduki istana setelah istana dikosongkan, karena Sultan Mahmud Syah II bersamapara pejuang yang lain meninggalkan istana menuju ke Leueung Bata danditeruskan ke Pagar Aye (sekitar 7 km dari pusat kota Banda Aceh). Tetapipada tanggal 28 Januari 1874 sultan meninggal karena wabah kolera.Jatuhnya Masjid Raya Baiturrahman dan istana sultan, Belanda menyatakanbahwa Aceh Besar telah menjadi daerah kekuasaan Belanda. Para ulebalang,ulama dan rakyat tidak ambil pusing dengan pernyataan Belanda. Mereka kemudian mengangkat putra mahkota Muhammad Daud Syah sebagai sultan Aceh. Tetapi karena masih di bawah umur maka diangkatlah Tuanku Hasyim Banta Muda sebagai wali atau pemangku sultan sampai tahun 1884. Pusat pemerintahan di Indrapuri (sekitar 25 km arah tenggara dari pusat kota). Semangat untuk melanjutkan perang terus menggelora di berbagai tempat. Pertempuran dengan Belanda semakin meluas ke daerah hulu. Sementara itu tugas van Swieten di Aceh dipandang cukup. Ia digantikan oleh Jenderal Pel. Sebelum Swieten meninggalkan Aceh, ia mengatakan bahwa pemerintah Hindia Belanda akan segera membangun kembali masjid raya yang telah dibakarnya. Tentu hal ini dalam rangka menarik simpati rakyat Aceh. Para pejuang Aceh tidak mengendorkan semangatnya. Di bawah pimpinan ulebalang, ulama dan ketua adat, rakyat Aceh terus mengobarkan perang melawan Belanda. Semangat juang semakin meningkat seiring pulangnya Habib Abdurrahman dari Turki pada tahun 1877. Tokoh ini kemudian menggalang kekuatan bersama Tengku Cik Di Tiro. Pasukannya terus melakukan serangan-serangan ke pos-pos Belanda. Kemudian Belanda menambah kekuatannya sehingga dapat mengalahkan serangan – serangan yang dilakukan pasukan Habib Abdurrahman dan Cik Di Tiro. Di bawah pimpinan Van der Heijden, Belanda berhasil mendesak pasukan Habib Abdurrahman, bahkan Habib Abdurrahman akhirnya menyerah kepada Belanda. Sementara Cik Di Tiro mendur ke arah Sigli untuk melanjutkan perlawanan. Belanda berhasil menguasai beberapa daerah seperti Seunaloh, Ansen Batee. Panglima Polim, Tengku Cik Di Tiro memproklamirkan “Ikrar Prang Sabi” (Perang Sabil). perang suci untuk membela agama, perang untuk mempertahankan tanah air, perang jihad untuk melawan kezaliman di muka bumi. Setelah penobatan itu, mengingat keamanan istana di Indrapuri dipindahkan ke Keumala di daerah Pidie (sekitar 25 km sebelah selatan kota Pidie). Dari Istana Keumala inilah semangat Perang Sabil digelorakan. Dengan digelorakan Perang Sabil, perlawanan rakyat Aceh semakin meluas. Apalagi dengan seruan Sultan Muhammad Daud Syah yang menyerukan gerakan amal untuk membiayai perang, telah menambah semangat para pejuang Aceh. Cik Di Tiro mengobarkan perlawanan di Sigli dan Pidie.

        Di Aceh bagian barat tampil Teuku Umar beserta isterinya Cut Nyak Dien. Pertempuran sengit terjadi di Meulaboh. Beberapa pos pertahanan Belanda berhasil direbut oleh pasukan Teuku Umar. Pasukan Aceh dengan semangat jihadnya telah enambah kekuatan untuk melawan Belanda. Belanda mulai kewalahan di berbagai medan pertempuran. Belanda mulai menerapkan strategi baru yang dikenal dengan “Konsentrasi Stelsel atau Stelsel Konsentrasi”. Strategi Konsentrasi Stelsel itu ternyata juga belum efektif untuk dapat segera menghentikan perang di Aceh. Bahkan dengan strategi itu telah menyebarkan perlawanan rakyat Aceh dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Perang gerilya juga mulai dilancarkan oleh para pejuang Aceh. Gerakan pasukan Teuku Umar juga terus mengalami kemajuan. Pertengahan tahun 1886 Teuku Umar berhasil menyerang dan menyita kapal Belanda Hok Canton yang sedang berlabuh di Pantai Rigaih. Kapten Hansen (seorang berkebangsaan Denmark) nakhoda kapal yang diberi tugas Belanda untuk menangkap Teuku Umar justru tewas dibunuh oleh Teuku Umar. Ditengah-tengah perjuangan itu pada tahun 1891 Tengku Cik Di Tiro meninggal. Perjuangannya melawan Belanda dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Tengku Ma Amin Di Tiro.

        Kemudian terpetik berita bahwa pada tahun 1893 Teuku Umar menyerah kepada Belanda. Teuku Umar kemudian dijadikan panglima tentara Belanda dan diberi gelar Teuku Johan Pahlawan. Ia diizinkan untuk membentuk kesatuan tentara beranggotakan 250 orang. Peristiwa ini tentu sangat berpengaruh pada semangat juang rakyat Aceh. Nampaknya Teuku Umar juga tidak serius untuk melawan bangsanya sendiri. Setelah pasukannya sudah mendapatkan banyak senjata dan dipercaya membawa dana 800.000 gulden, pada 29 Maret 1896 Teuku Umar dengan pasukannya berbalik dan kembali melawan Belanda. Peristiwa inilah yang dikenal dengan Het verraad van Teukoe Oemar (Pengkhianatan Teuku Umar). Teuku Umar berhasil menyerang pos-pos Belanda yang ditemui. Peristiwa itu membuat Belanda semakin marah dan geram. Sementara untuk menghadapi semangat Perang Sabil Belanda juga semakin kesulitan. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain untuk melaksanakan usulan Snouck Horgronye untuk melawan Aceh dengan kekerasan. Ia mempelajari bahasa, adad istiadat, kepercayaan dan waktu orang-orang Aceh. Hasil kerjanya itu dibukukan dengan judul Rakyat Aceh (De Acehers). Dalam buku itu disebutkan strategi bagaimana untuk menaklukkan Aceh. Usulan strategi Snouck Hurgronje kepada Gubernur Militer Belanda Joannes Benedictus van Heutsz adalah, supaya golongan Keumala yaitu Sultan yg berkedudukan di Keumala dengan pengikutnya dikesampingkan dahulu. Tetap menyerang terus & menghantam terus kaum ulama. Jangan mau berunding dengan pimpinan-pimpinan gerilya. Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya. Menunjukkan niat baik Belanda kepada rakyat Aceh, dengan cara mendirikan langgar, masjid, memperbaiki jalan-jalan irigasi & membantu pekerjaan sosial rakyat Aceh. Ternyata siasat Dr Snouck Hurgronje diterima oleh Van Heutz yg menjadi Gubernur militer & sipil di Aceh. Kemudian Dr Snouck Hurgronje diangkat sebagai penasehatnya. Agresi tentara Belanda terjadi pada tanggal 5 April 1873. 

        Tentara Belanda di bawah pimpinan Jenderal Mayor J.H.R. Kohler terus melakukan serangan terhadap pasukan Aceh. Pasukan Aceh yang terdiri atas para ulebalang, ulama, dan rakyat terus mendapat gempuran dari pasukan Belanda. Belanda segera melaksanakan usulan-usulan Snouck Horgronye tersebut. Belanda harus menggempur Aceh dengan kekerasan dan senjata. Untuk memasuki fase ini dan memimpin perang melawan rakyat Aceh, diangkatlah gubernur militer yang baru yakni van Heutsz (1898-1904) menggantikan van Vliet. Genderang perang dengan kekerasan di mulai tahun 1899. Perang ini berlangsung 10 tahun. Oleh karena itu, pada periode tahun 1899 – 1909 di Aceh disebut dengan masa sepuluh tahun berdarah (tien bloedige jaren). Semua pasukan disiagakan dengan dibekali seluruh persenjataan. Van Heutsz segera melakukan serangan terhadap pos pertahanan para pemimpin perlawanan di berbagai daerah. Dalam hal ini Belanda juga mengerahkan pasukan anti gerilya yang disebut Korps Marchausse (Marsose) yakni pasukan yang terdiri dari orang-orang Indonesia yang berada di bawah pimpinan opsiropsir Belanda. Mereka pandai berbahasa Aceh. Dengan demikian mereka dapat bergerak sebagai informan. Dengan kekuatan penuh dan sasaran yang tepat karena adanya informan-informan bayaran, serangan Belanda Berhasil mencerai-beraikan para pemimpin perlawanan. Teuku Umar bergerak menyingkir ke Aceh bagian barat dan Panglima Polem dapat digiring dan bergerak di Aceh bagian timur. Di Aceh bagian barat Teuku Umar mempersiapkan pasukannya untuk melakukan penyerangan secara besar-besaran ke arah Meulaboh. Tetap tampaknya persiapan Teuku Umar ini tercium oleh Belanda. Maka Belanda segera menyerang benteng pertahanan Teuku Umar. Terjadilah pertempuran sengit pada Februari 1899. Dalam pertempuran ini Teuku Umar gugur sebagai suhada. Perlawanan dilanjutkan oleh Cut Nyak Dien. Cut Nyak Dien dengan pasukannya memasuki hutan dan mengembangkan perang gerilya. 

        Perlawanan rakyat Aceh belum berakhir. Para pejuang Aceh di bawah komando sultan dan Panglima Polem terus berkobar. Setelah istana kerajaan di Keumala diduduki Belanda, sultan melakukan perlawanan dengan berpindah-pindah bahkan juga melakukan perang gerilya. Sultan menuju Kuta Sawang kemudian pindah ke Kuta Batee Iliek. Tetapi kuta-kuta ini berhasil diserbu Belanda. Sultan kemudian menyingkir ke Tanah Gayo. Pada tahun berikutnya Belanda menangkap istri sultan, Pocut Murong. Karena tekanan Belanda yang terus menerus, pada Januari 1903 Sultan Muhammad Daud Syah terpaksa menyerah. Demikian siasat licik dari Belanda. Cara licik ini kemudian juga digunakan untuk mematahkan perlawanan Panglima Polem dan Tuanku Raha Keumala. Istri, ibu dan anak-anak Panglima Polem ditangkap oleh Belanda. Dengan tekanan yang bertubi-tubi akhirnya Panglima Polem juga menyerah pada 6 Serptember 1903. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Kerajaan Aceh yang sudah berdiri sejak 1514 harus berakhir.

Comments

Popular posts from this blog

7 kelompok aset – sumber daya yang dimiliki oleh sekolah

  1. . Aset Sumber Daya Manusia Aset Sumber Daya Manusia adalah sesuatu yang dimiliki dari manusia, misalnya daya pikir, ide, pendapat, dan tenaga yang bisa melakukan berbagai usaha guna memenuhi kebutuhan hidupnya dalam bentuk apapun. Didalam ruang lingkup sekolah SDM pun harus bisa dilakukan sebaik mungkin. Terlebih orang-orang yang berada dalam bidang pendidikan harus memiliki kompeten dan integritas yang tinggi dalam bidangnya. Seperti halnya yang ada disekolah kami, bagaimana seorang Guru Sejarah bisa merangkap menjadi Konten Creator, ataupun guru TIK bisa menjadi seorang ahli musik. Hal-hal yang demikian tentunya bisa membuat sekolah itu sendiri mendapatkan SDM yang luar biasa dan merupakan aset berharga  yang dimiliki sekolah tersebut 2. Aset Sumber Daya Alam Aset Sumber Daya Alam adalah  segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sumber daya alam menjadi aset sekolah ketika aset yang dimiliki tersebut dapat dikelola

LK 2.1 Eksplorasi Alternatif Solusi (PPG Daljab 2022)

Pada kegiatan ini, Saudara akan memperoleh bimbingan/arahan dari dosen/guru pamong terkait pelaksanaan eksplorasi alternatif solusi sebagai bahan untuk menyusun dan mempersiapkan bahan presentasi yang nanti akan dituangkan dalam   LK  Hasil Riset Sederhana .   Serangkaian kegiatan eksplorasi alternatif solusi yang akan Saudara lakukan meliputi: Mengelompokkan eksplorasi alternatif solusi sebagai bahan untuk  m enyusun  dan mempersiapkan bahan presentasi  Melakukan kajian literatur untuk mengeksplor alternatif solusi sebagai bahan untuk menyusun dan mempersiapkan bahan presentasi LK alternatif solusi. Melakukan wawancara terkait alternatif solusi dengan  guru/k epala  s ekolah / pengawas sekolah /rekan sejawat di sekolah , pakar yang ditentukan secara mandiri  untuk mengeksplor alternatif solusi sebagai bahan untuk menyusun dan mempersiapkan bahan presentasi LK alternatif solusi. dibawah ini adalah contoh LK 2.1 E ksplorasi Alternatif Solusi  

Pengembangan Perangkat Pembelajaran (PPG DalJab Tahun 2022)

Mata kuliah Pengembangan Perangkat Pembelajaran (Desain Pembelajaran Inovatif) memiliki beban belajar 3 (tiga) sks. Kegiatan pembelajaran matakuliah ini terdiri atas empat langkah: (1) Eksplorasi alternatif solusi (2) Penentuan solusi (3) Pembuatan rencana aksi (4) Pembuatan rencana evaluasi. Kegiatan eksplorasi alternatif solusi dilakukan dengan cara mengeksplorasi sejumlah alternatif solusi untuk penyebab masalah yang sudah ditentukan, melakukan riset dengan melakukan kajian literatur, wawancara guru/kepala sekolah/pengawas sekolah/rekan sejawat di sekolah, wawancara pakar, dan lainnya yang relevan, dan melakukan analisis pros dan cons (kekuatan dan kelemahan) masing-masing alternatif solusi.Kegiatan penentuan solusi dilakukan dengan cara melakukan analisis solusi yang paling relevan dari alternatif solusi yang telah dieksplorasi. Pada analisis penentuan solusi tersebut mahasiswa berkonsultasi dengan dosen, instruktur, dan guru pamongnya. Selanjutnya mahasiswa mempresentasikan a