9 April 2011 |
Pada awal abad ke-21,
kita sering mendengarkan dan membicarakan tentang kebudayaan lokal dalam menghadapi globalisasi. Setidaknya hal itu
sudah dialami oleh bangsa kita sejak abad ke-8,
atau bahkan jauh
ke masa lampau.
Bukti nyata dari itu adalah Candi
Borobudur, yang kemudian
dikukuhkan sebagai Warisan Budaya
Dunia oleh UNESCO, pada tahun 1991 Candi
Borobudur didirikan oleh Raja Samaratungga dari dinasti Syailendra pada abad
ke-9. Candi itu terletak di
antara dua bukit, tepatnya di Desa
Borobudur, Kecamatan Borobudur,
Kabupaten Magelang. Candi Borobudur
yang terletak pada
satu garis lurus dengan Candi Pawon dan Candi
Mendut dipandang sebagai satu kesatuan. Letak candi seperti ini sesuai
dengan aturan yang disebut dalam
kitab-kitab pedoman para seniman
agama di India. kitab itu disebut dengan
Vastusastra. Suatu kitab yang menjelaskan
tentang bangunan suci agama
Hindu. Namun demikian, aturan-aturannya juga digunakan sebagai
desain bangunan suci agama Buddha. Borobudur
merupakan karya yang unik. Susunan Candi Borobudur berbeda dengan susunan candi
di India. Pada umumnya susunan
candi di India berdiri di atas
fondasi yang tertanam di dalam tanah. Fondasi tersebut berdenah dengan jari-jari
delapan. Di titik tengah terdapat tiang yang dibuat tembus
ke atas permukaan tanah, dan
diteruskan menjadi tongkat dengan
payung. Candi Borobudur didirikan
langsung di atas
bukit tanpa fondasi
yang ditanam di dalam tanah
seperti yang terdapat di India. Dilihat dari susunannya, Candi Borobudur
merupakan sebuah teras-stupa. Kaki stupa berbentuk undak teras
persegi, disusul teras mengalir
yang dihiasi stupa. Susunan candi
ini memperlihatkan kuatnya pengaruh
kebudayaan Jawa pada abad ke-8.
Bangunan ini dinamai Bhumisambharabhudara yang artinya adalah bukit
peningkatan kebijakan
setelah melampaui sepuluh tingkat Boddhisattwa. Borobudur sendiri terdiri dari
sepuluh tingkatan, yang dapat dipahami
sebagai lambang ke-10, jalan Boddhisattwa.
Candi itu berbentuk bujur sangkar,
dengan ukuran 123 m x 123 m di bagian
kakinya. Bentuk bangunan seperti itu dapat
ditafsirkan sebagai bentuk
mandala. Tinggi Candi Borobudur
adalah 35,4 m. Secara vertikal Candi Borobudur terdiri dari dua pola, yaitu
pola undak-undak persegi dan pola bangun vertikal. Karena bentuknya itulah
Candi Borobudur dapat dipahami sebagai sebuah stupa yang besar. Dalam agama
Buddha stupa merupakan perwujudan dari makrokosmos yang terdiri dari tiga
tingkatan, yaitu kamadatu, rupadatu,
dan arupadatu. Kamadatu
merupakan alam bawah, bagian ini berada di bagian bawah
Candi Borobudur. Pada kamadatu terdapat relief karmawibangga, yaitu suatu hukum
sebab akibat, yang merupakan
hasil perbuatan manusia. Arupadatu adalah alam atas, yaitu tempat para dewa.
Bagian ini berada pada tingkat ketiga, termasuk stupa induk berada di atas
rupadatu. Cara membaca relief pada
dinding Candi Barobudur
searah dengan jarum jam. Sebagai
candi pemujaan, Borobudur mempunyai hubungan dengan Candi Mendut dan
Candi Pawon. Ketiga candi
itu menunjukkan proses suatu
ritual keagamaan. Mula-mula ritual keagamaan dilakukan di Candi Mendut.
Kemudian dilakukan persiapan di Candi
Pawon dan puncak ritual keagamaan dilakukan di Candi Borobudur. Dari arca dan
relief yang terdapat pada dinding dan pagar candi menunjukkan bahwa Candi
Borobudur sebagai penganut agama Buddha aliran Mahayana. Dari
arca dan relief itu juga dapat dilihat adanya penyatuan ajaran Mahayana dan Tantrayana, sesuai filsafat Yogacara.
Dalam relief itu tergambar tentang kehidupan sehari-hari di Jawa, seperti cara
berpakaian, rumah tinggal, candi, alat berburu, alat-alat keperluan
sehari-hari, serta jenis-jenis tanaman. Dalam Kitab Sang Hyang
Kamahayanikan Mantranaya, pada abad
ke-10, Mpu Sindok
dari dinasti Isana
menyebarkan ajaran dari
India, yaitu agama
Buddha. Ajaran itu
disebarkan di Jawa dan
disesuaikan dengan pengetahuan
penduduk pada saat itu. Lebih jauh lagi hasil pengetahuan itu diwujudkan
dalam bentuk bangunan candi oleh
penduduk Jawa, bukan oleh penduduk
India. Candi itu kemudian digunakan
sebagai sarana ibadah mereka. Bukti itu ditunjukkan dengan tidak adanya Kampung Keling yang berada di sekitar Candi
Borobudur. Bukti lainnya itu
ditemukannya tulisan yang memakai huruf Jawa kuno, dengan bahasa sanskerta, dengan tidak menggunakan tata
bahasa sanskerta.
Komentar
Posting Komentar