Setelah Singhasari jatuh, berdirilah kerajaan Majapahit
yang berpusat di Jawa Timur, abad
ke-14 - ke-15 M. Berdirinya kerajaan ini sebenarnya sudah direncanakan
oleh Kertarajasa Jayawarddhana (Raden Wijaya). Ia mempunyai tugas untuk
melanjutkan kemegahan Singhasari yang
saat itu sudah
hampir runtuh. Saat itu dengan dibantu oleh Arya Wiraraja seorang penguasa Madura, Raden Wijaya membuka hutan di wilayah yang disebut dalam kitab Pararaton sebagai hutannya orang Trik. Desa itu dinamai
Majapahit, yang namanya diambil dari
buah maja, dan rasa “pahit” dari buah
tersebut. Ketika pasukan Mongol
tiba, Raden Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk
bertempur melawan Jayakatwang.
Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang
pasukan Mongol sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya.
Pada masa pemerintahannya Raden Wijaya mengalami pemberontakan yang dilakukan oleh sahabat-sahabatnya yang pernah mendukung perjuangan dalam mendirikan Majapahit.
Setelah Raden Wijaya
wafat, ia digantikan oleh puteranya Jayanegara. Jayanegara
dikenal sebagai raja yang
kurang bijaksana dan lebih suka
bersenang-senang. Kondisi itulah yang menyebabkan pembantu-pembantunya melakukan pemberontakan. Di antara pemberontakan tersebut, yang dianggap paling
berbahaya adalah pemberontakan Kuti. Pada saat
itu, pasukan Kuti berhasil menduduki ibu kota negara. Jayanegara
terpaksa menyingkir ke Desa Badander di bawah
perlindungan pasukan Bhayangkara pimpinan Gajah Mada. Gajah Mada kemudian
menyusun strategi dan berhasil menghancurkan pasukan Kuti. Atas jasa-jasanya, Gajah Mada
diangkat sebagai patih Kahuripan (1319-1321) dan patih
Kediri (1322-1330). Kerajaan Majapahit penuh
dengan intrik politik dari dalam kerajaan itu sendiri. Kondisi yang sama
juga terjadi menjelang keruntuhan Majapahit. Masa pemerintahan
Tribhuwanattunggadewi Jayawisnuwarddani adalah pembentuk kemegahan
kerajaan. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian
ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk. Pada masa Hayam Wuruk
itulah Majapahit berada di puncak kejayaannya. Hayam Wuruk
disebut juga Rajasanagara. Ia memerintah Majapahit dari tahun 1350
hingga 1389. Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah
Mada, Majapahit mencapai zaman keemasan.
Wilayah kekuasaan Majapahit sangat luas,
bahkan melebihi luas wilayah Republik
Indonesia sekarang. Oleh karena itu,
Muhammad Yamin menyebut Majapahit dengan sebutan negara nasional kedua di Indonesia. Seluruh kepulauan di Indonesia
berada di bawah kekuasaan Majapahit. Hal ini memang tidak dapat dilepaskan dan kegigihan Gajah Mada. Sumpah
Palapa, ternyata benar-benar
dilaksanakan. Dalam melaksanakan cita-citanya, Gajah Mada didukung oleh
beberapa tokoh, misalnya Adityawarman dan Laksamana Nala. Di bawah pimpinan
Laksamana Nala Majapahit membentuk angkatan laut yang sangat kuat. Tugas utamanya adalah
mengawasi seluruh perairan yang ada di Nusantara. Di bawah
pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengalami kemajuan di berbagai
bidang. Menurut Kakawin Nagarakertagama pupuh
XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara,
Maluku, Papua, Tumasik (Singapura)
dan sebagian kepulauan Filipina. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan dan Vietnam, dan bahkan
mengirim duta-dutanya ke
Tiongkok.
SUMPAH PALAPA
Pada saat diangkat sebagai Mahapatih Gajah Mada bersumpah bahwa ia tidak akan beristirahat (amukti palapa) jika belum dapat menyatukan seluruh Nusantara. Sumpah itu kemudian dikenal dengan Sumpah Palapa sebagai berikut
“Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, amun kalah ring Gurun, ring seran, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo,ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, saman isun amukti palapa”
Artinya:
“Setelah tunduk Nusantara, saya akan beristirahat; Sesudah kalah Gurun seran, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, barulah saya akan beristirahat”
Politik dan
Pemerintahan
Majapahit telah mengembangkan sistem pemerintahan yang teratur. Raja memegang kekuasaan
tertinggi. Dalam melaksanakan pemerintahan,raja dibantu oleh berbagai badan atau pejabat berikut.
1. Rakryan Mahamantri Katrini, dijabat oleh para putra raja, terdiri atas Rakryan i Hino, Rakryan i
Sirikan, dan Rakryan i Halu.
2. Dewan
Pelaksana terdiri atas Rakryan Mapatih atau Patih Mangkabumi, Rakryan Tumenggung, Rakryan
Demung, Rakryan Rangga dan Rakryan
Kanuruhan. Kelima pejabat
ini dikenal
sebagai Sang Panca ring Wilwatika. Di antara kelima pejabat itu Rakryan Mapatih
atau Patih Mangkubumi merupakan pejabat
yang paling penting.
Ia menduduki tempat sebagai perdana menteri. Bersama sama
raja, ia menjalankan kebijaksanaan
pemerintahan. Selain itu terdapat pula dewan pertimbangan yang disebut dengan Batara Sapta Prabu.Struktur tersebut ada
di pemerintah pusat. Di setiap
daerah yang berada
di bawah raja-raja,
dibuatkan pula struktur yang
mirip. Untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, dibentuklah badan
peradilan yang disebut dengan Saptopapati. Selain itu
disusun pula kitab hukum oleh Gajah Mada yang disebut Kitab Kutaramanawa. Gajah Mada memang seorang negarawan yang mumpuni. Ia memahami pemerintahan strategi perang dan hukum. Untuk mengatur kehidupan beragama
dibentuk badan atau pejabat yang
disebut Dharmadyaksa.
Dharmadyaksa adalah pejabat tinggi kerajaan yang khusus menangani persoalan keagamaan. Di Majapahit dikenal ada
dua Dharmadyaksa sebagai berikut.
1. Dharmadyaksa ring Kasaiwan,mengurusi agama Syiwa (Hindu),
2. Dharmadyaksa ring Kasogatan,mengurusi agama Buddha.
Dalam menjalankan tugas, masing-masing Dharmadyaksa dibantu oleh pejabat keagamaan yang
diberi sebutan Sang Pamegat. Kehidupan
beragama di Majapahit berkembang semarak. Pemeluk
yang beragama Hindu maupun
Buddha saling bersatu. Pada
masa itupun sudah
dikenal semboyan Bhinneka Tunggal
Ika, artinya, sekalipun berbeda-beda baik Hindu maupun Buddha
pada hakikatnya adalah
satu jua. Kemudian secara
umum kita artikan berbeda-beda
akhirnya satu jua Berkat kepemimpinan Hayam Wuruk dan Gajah Mada,
kehidupan politik, dan stabilitas nasional Majapahit terjamin. Hal ini disebabkan pula karena
kekuatan tentara Majapahit dan angkatan lautnya
sehingga semua perairan
nasional dapat diawasi. Majapahit
juga menjalin hubungan dengan negara- negara/ kerajaan lain. Hubungan dengan
Negara Siam, Birma, Kamboja, Anam,India, dan
Cina berlangsung dengan baik. Dalam
membina hubungan dengan luar negeri,
Majapahit mengenal motto Mitreka
Satata, artinya negara sahabat.
Kehidupan
Sosial Ekonomi
Di bawah pemerintahan Raja Hayam
Wuruk, rakyat Majapahit hidup
aman dan tenteram. Hayam Wuruk sangat memperhatikan
rakyatnya. Keamanan dan kemakmuran rakyat diutamakan. Untuk itu dibangun jalan-jalan dan
jembatan- jembatan. Dengan
demikian lalu lintas menjadi lancar. Hal ini mendukung kegiatan keamanan
dan kegiatan perekonomian, terutama perdagangan. Lalu lintas perdagangan yang
paling penting melalui sungai. Misalnya,
Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas.
Akibatnya desa-desa di tepi sungai dan yang berada di muara
serta di tepi pantai,
berkembang menjadi pusat-pusat perdagangan. Hal itu
menyebabkan terjadinya arus
bolak-balik para pedagang yang menjajakan
barang dagangannya dari daerah
pantai atau muara
ke pedalaman atau sebaliknya.Bahkan di daerah pantai berkembang perdagangan antar
daerah, antar pulau, bahkan dengan pedagang dari luar.Kemudian timbullah kota-kota pelabuhan sebagai pusat
pelayaran dan perdagangan. Beberapa kota pelabuhan yang penting pada
zaman Majapahit, antara
lain Canggu, Surabaya, Gresik,
Sedayu, dan Tuban.
Pada waktu itu banyak pedagang dari luar seperti dari Cina
India, dan Siam.Adanya pelabuhan-pelabuhan tersebut mendorong
munculnya kelompok bangsawan kaya. Mereka
menguasai pemasaran bahan-bahan dagangan pokok dari dan ke daerah-
daerah Indonesia Timur dan Malaka. Kegiatan pertanian
juga dikembangkan. Sawah dan ladang dikerjakan secukupnya dan
dikerjakan secara bergiliran. Hal ini maksudnya agar tanah tetap subur dan
tidak kehabisan lahan pertanian.
Tanggul-tanggul di sepanjang sungai diperbaiki untuk mencegah bahaya banjir.
Perkembangan
Sastra dan Budaya
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, bidang sastra mengalami kemajuan. Karya sastra yang paling terkenal pada zaman Majapahit adalah Kitab Negarakertagama. Kitab ini ditulis oleh Empu Prapanca pada tahun 1365 M. Di samping menunjukkan kemajuan di bidang sastra, Negarakertagama juga merupakan sumber sejarah Majapahit. Kitab lain yang penting adalah Sutasoma. Kitab ini disusun oleh Empu Tantular. Kitab Sutasoma memuat kata-kata yang sekarang menjadi semboyan negara Indonesia, yakni Bhinneka Tunggal Ika. Di samping itu, Empu Tantular juga menulis kitab Arjunawiwaha. Bidang seni bangunan juga berkembang. Banyak bangunan candi telah dibuat. Misalnya Candi Penataran dan Sawentar di daerah Blitar, Candi Tigawangi dan Surawana di dekat Pare, Kediri, serta Candi Tikus di Trowulan.Keruntuhan Majapahit lebih disebabkan oleh ketidakpuasan sebagian besar keluarga raja, setelah turunnya Hayam Wuruk. Perang Paregrek telah melemahkan unsur-unsur kejayaan Majapahit. Meskipun peperangan berakhir, Majapahit terus mengalami kelemahan karena raja yang berkuasa tidak mampu lagi mengembalikan kejayaannya. Unsur lain yang menyebabkan runtuhnya Majapahit adalah semakin meluasnya pengaruh Islam pada saat itu.Kemajuan peradaban Majapahit itu tidak hilang dengan runtuhnya kerajaan itu. Pencapaian itu terus dipertahankan hingga masa perkembangan Islam di Jawa. Peninggalan peradaban Majapahit juga dapat kita saksikan pada perkembangan lingkup kebudayaan Bali pada saat ini. Kebudayaan yang masih dikembangkan hingga masa Islam adalah cerita wayang yang berasal dari epos India yaitu Mahabharata dan Ramayana, serta kisah asmara Raden Panji dengan Sekar Taji (Galuh Candrakirana). Selain itu dapat kita saksikan juga pada unsur arsitekturnya bentuk atap tumpang, seni ukir sulur-suluran dan tanaman melata, senjata keris, lokasi keramat, dan masih banyak lagi.
Komentar
Posting Komentar