Integrasi
suatu bangsa adalah hal yang sangat penting
dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dengan adanya
integrasi akan melahirkan satu
kekuatan bangsa yang ampuh
dan segala persoalan yang
timbul dapat dihadapi
bersama-sama. Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah wujud konkret dari proses integrasi bangsa. Proses integrasi
bangsa Indonesia ini ternyata sudah berlangsung cukup lama bahkan
sudah dimulai sejak awal tarikh
masehi. Pada abad ke-16
proses integrasi bangsa
Indonesia mulai menonjol. Masa
itu adalah masa-masa pertumbuhan dan perkembangan
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
1.
Peranan Para Ulama dalam Proses Integrasi
Agama Islam yang
masuk dan berkembang
di Nusantara mengajarkan
kebersamaan dan mengembangkan
toleransi dalam kehidupan beragama. Islam
mengajarkan persamaan dan tidak mengenal kasta-kasta dalam kehidupan
masyarakat. Konsep ajaran Islam memunculkan
perilaku ke arah
persatuan dan persamaan derajat.
Disisi lain, datangnya pedagang-pedagang Islam di Indonesia mendorong
berkembangnya tempat-tempat perdagangan di daerah pantai. Tempat-tempat perdagangan itu kemudian berkembang menjadi pelabuhan dan kota-kota
pantai. Bahkan kota-kota pantai yang
merupakan bandar dan pusat perdagangan,
berkembang menjadi kerajaan. Timbulnya
kerajaan-kerajaan Islam menandai awal terjadinya proses integrasi.
Meskipun masing-masing kerajaan memiliki cara
dan faktor pendukung yang berbeda-beda
dalam proses integrasinya.
2.
Peran Perdagangan Antarpulau
Proses
integrasi juga terlihat melalui kegiatan pelayaran
dan perdagangan antarpulau. Sejak zaman kuno, kegiatan pelayaran dan
perdagangan sudah berlangsung di Kepulauan Indonesia. Pelayaran dan perdagangan
itu berlangsung dari daerah yang satu ke
daerah yang lain, bahkan antara negara yang satu dengan negara yang lain.
Kegiatan pelayaran dan perdagangan pada
umumnya berlangsung dalam waktu
yang lama. Hal
ini, menimbulkan pergaulan dan
hubungan kebudayaan antara para pedagang dengan penduduk setempat. Kegiatan
semacam ini mendorong terjadinya proses
integrasi.
Pada mulanya
penduduk di suatu pulau cukup
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan apa yang ada di pulau tersebut. Dalam
perkembangannya, mereka ingin
mendapatkan barang-barang yang
terdapat di pulau lain. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, terjadilah hubungan dagang antar pulau.
Angkutan yang paling murah
dan mudah adalah
angkutan laut (kapal/perahu), maka berkembanglah pelayaran dan
perdagangan. Terjadinya pelayaran dan perdagangan antarpulau di
Indonesia yang diikuti pengaruh di bidang
budaya turut berperan serta mempercepat perkembangan proses integrasi. Misalnya, para pedagang dari Jawa berdagang
ke Palembang, atau para pedagang dari
Sumatra berdagang ke Jepara. Hal ini menyebabkan terjadinya proses
integrasi antara Sumatra dan
Jawa. Para pedagang di Banjarmasin berdagang ke Makassar, atau sebaliknya.
Hal ini menyebabkan
terjadi proses integrasi antara masyarakat Banjarmasin
(Kalimantan) dengan masyarakat Makassar
(Sulawesi). Para pedagang Makassar
dan Bugis memiliki peranan
penting dalam proses integrasi. Mereka
berlayar hampir ke seluruh Kepulauan Indonesia bahkan jauh sampai keluar Kepulauan Indonesia.
Pulau-pulau penting
di Indonesia, pada umumnya
memiliki pusat-pusat
perdagangan. Sebagai contoh
di Sumatra terdapat Aceh, Pasai, Barus, dan
Palembang. Jawa memiliki beberapa
pusatperdagangan misalnya Banten Sunda Kelapa, Jepara, Tuban, Gresik, Surabaya,
dan Blambangan. Kemudian di dekat Sumatra ada bandar Malaka. Malaka
berkembang sebagai bandar
terbesar di Asia Tenggara. Tahun 1511 Malaka jatuh ke tangan Portugis. Akibatnya
perdagangan Nusantara berpindah ke Aceh.
Dalam waktu singkat Aceh berkembang
sebagai bandar dan sebuah kerajaan yang besar. Para pedagang dari
pulau-pulau lain di Indonesia juga datang dan berdagang di Aceh.
Sementara
itu, sejak awal abad ke-16
di Jawa berkembang Kerajaan Demak dan beberapa bandar sebagai pusat perdagangan. Di Indonesia
bagian tengah maupun
timur juga berkembang kerajaan dan
pusat-pusat perdagangan. Dengan
demikian, terjadi hubungan dagang
antardaerah dan antarpulau. Kegiatan
perdagangan antarpulau mendorong
terjadinya proses integrasi yang terhubung
melalui para pedagang. Proses integrasi itu juga
diperkuat dengan berkembangnya hubungan kebudayaan. Bahkan juga ada yang
diikuti dengan perkawinan.
3. Peran Bahasa
Perlu juga
kamu pahami bahwa
bahasa juga memiliki peran yang
strategis dalam proses integrasi. Kamu tahu bahwa Kepulauan Indonesia terdiri
atas beribu-ribu pulau
yang dihuni oleh
aneka ragam suku bangsa. Tiap-tiap suku bangsa memiliki bahasa masing- masing. Untuk mempermudah komunikasi antarsuku
bangsa, diperlukan satu bahasa
yang menjadi bahasa perantara dan
dapat dimengerti oleh semua suku bangsa. Jika tidak memiliki kesamaan
bahasa, persatuan tidak terjadi karena
di antara suku bangsa timbul kecurigaan dan prasangka lain.
Bahasa merupakan sarana pergaulan. Bahasa Melayu digunakan hampir di semua pelabuhan-pelabuhan di Kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu sejak zaman kuno sudah menjadi bahasa resmi negara Melayu (Jambi). Pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, bahasa Melayu dijadikan bahasa resmi dan bahasa ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dilihat dalam Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 M, Prasasti Talang Tuo tahun 684 M, Prasasti Kota Kapur tahun 685 M, dan Prasasti Karang Berahi tahun 686 M. Para pedagang di daerah-daerah sebelah timur Nusantara, juga menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Dengan demikian, berkembanglah bahasa Melayu ke seluruh Kepulauan Nusantara. Pada mulanya bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa dagang. Akan tetapi lambat laun bahasa Melayu tumbuh menjadi bahasa perantara dan menjadi lingua franca di seluruh Kepulauan Nusantara. Di Semenanjung Malaka (Malaysia seberang), pantai timur Pulau Sumatra, pantai barat Pulau Sumatra, Kepulauan Riau, dan pantai-pantai Kalimantan, penduduk menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan.
Masuk dan
berkembangnya agama Islam, mendorong
perkembangan bahasa Melayu.
Buku-buku agama dan
tafsir al Qur’an juga
mempergunakan bahasa Melayu. Ketika menguasai Malaka, Portugis mendirikan
sekolah-sekolah dengan menggunakan bahasa
Portugis, namun kurang
berhasil. Pada tahun
1641 VOC merebut Malaka
dan kemudian mendirikan sekolah-sekolah dengan menggunakan
bahasa Melayu. Jadi, secara tidak sengaja, kedatangan VOC mengembangkan
bahasa Melayu.
Komentar
Posting Komentar