Langsung ke konten utama

Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam di Indonesia

 

Berkembangnya kebudayaan  Islam di Kepulauan  Indonesia telah  menambah khasanah budaya  nasional  Indonesia,  serta  ikut memberikan  dan menentukan corak kebudayaan bangsa  Indonesia. Akan  tetapi  karena  kebudayaan yang  berkembang di  Indonesia sudah begitu kuat di lingkungan  masyarakat  maka berkembangnya kebudayaan Islam tidak menggantikan atau  memusnahkan kebudayaan yang  sudah  ada.  Dengan  demikian  terjadi  akulturasi antara  kebudayaan Islam dengan kebudayaan yang sudah ada. Hasil proses  akulturasi  antara  kebudayaan pra-Islam dengan ketika Islam masuk  tidak hanya  berbentuk fisik kebendaan seperti seni bangunan, seni ukir atau  pahat,  dan  karya sastra  tetapi  juga menyangkut pola hidup dan kebudayaan non fisik lainnya. Beberapa contoh  bentuk  akulturasi akan ditunjukkan  pada paparan berikut.

1. Seni Bangunan

a.  Masjid dan Menara

            Dalam    seni    bangunan   di   zaman    perkembangan Islam, nampak   ada  perpaduan antara   unsur  Islam dengan kebudayaan praIslam yang  telah  ada.  Seni bangunan Islam yang  menonjol   adalah   masjid.  Fungsi  utama   dari  masjid, adalah tempat beribadah bagi orang Islam. Masjid atau mesjid dalam bahasa  Arab mungkin berasal dari bahasa  Aramik atau bentuk  bebas dari perkataan sajada yang artinya merebahkan diri untuk bersujud. Dalam bahasa Ethiopia terdapat perkataan mesgad   yang  dapat   diartikan  dengan kuil  atau  gereja.  Di antara  dua  pengertian tersebut yang mungkin  primair ialah tempat orang  merebahkan diri untuk  bersujud  ketika  salat atau sembahyang. Pengertian    tersebut  dapat    dikaitkan   dengan   salah satu    hadis    sahih    al-Bukhârî   yang   menyatakan  bahwa “Bumi ini dijadikan  bagiku  untuk  masjid (tempat  salat) dan alat  pensucian   (buat  tayamum)  dan  di  tempat mana   saja seseorang dari umatku  mendapat waktu  salat, maka salatlah di  situ.”  Jika pengertian tersebut  dapat   dibenarkan dapat pula diambil asumsi bahwa  ternyata  agama  Islam telah memberikan  pengertian perkataan masjid atau mesjid itu bersifat universal.

Di Indonesia  sebutan masjid  serta  bangunan tempat peribadatan lainnya ada bermacam-macam sesuai dan tergantung   kepada    masyarakat    dan    bahasa    setempat. Sebutan   masjid,  dalam  bahasa   Jawa  lazim  disebut  mesjid, dalam  bahasa   Sunda  disebut  masigit,  dalam  bahasa   Aceh disebut meuseugit, dalam bahasa  Makassar dan Bugis disebut masigi. Bangunan   masjid-masjid  kuno  di  Indonesia  memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Atapnya berupa  atap  tumpang, yaitu atap  yang bersusun, semakin ke atas semakin kecil dan tingkat yang paling atas berbentuk limas. Jumlah  tumpang biasanya  selalu gasal/ ganjil, ada  yang tiga, ada  juga yang lima. Ada pula yang tumpangnya dua, tetapi yang ini dinamakan tumpang satu, jadi angka  gasal juga. Atap yang demikian disebut  meru. Atap masjid biasanya masih diberi lagi sebuah  kemuncak/ puncak yang dinamakan mustaka.

2) Tidak ada menara yang berfungsi  sebagai tempat mengumandangkan adzan.  Berbeda  dengan masjid- masjid di luar Indonesia yang umumnya  terdapat menara. Pada masjid-masjid kuno di Indonesia untuk menandai datangnya  waktu   salat  dengan memukul  bedhug atau kenthongan. Yang istimewa dari Masjid Kudus dan Masjid Banten  adalah  menaranya yang  bentuknya begitu  unik. bentuk   menara   Masjid Kudus  merupakan sebuah   candi langgam  Jawa  Timur yang  telah  diubah  dan  disesuaikan penggunaannya  dengan   diberi   atap    tumpang.   Pada Masjid Banten,  menara  tambahannya dibuat  menyerupai mercusuar.

3) Masjid umumnya  didirikan di ibu kota  atau  dekat  istana kerajaan. Ada juga masjid-masjid yang dipandang keramat yang dibangun di atas  bukit atau  dekat  makam.  Masjid- masjid di zaman Wali Sanga umumnya  berdekatan dengan makam.

b. Makam

Bangunan   makam  muncul  saat  perkembangan Islam pada  periode  perkembangan kerajaan  Islam. Bahkan  kalau yang meninggal itu orang terhormat wali atau raja, bangunan makamnya   nampak   begitu   megah   bahkan   ada  bangunan semacam  rumah yang disebut cungkup.  Kemudian kalau kita perhatikan letak makam orang-orang yang dianggap suci biasanya  berada  di dekat  masjid di dataran rendah  dan  ada pula di dataran tinggi atau di atas bukit. Di samping  bangunan makam,  terdapat tradisi pemakaman yang sebenarnya bukan berasal dari ajaran Islam. Misalnya, jenazah  dimasukkan  ke  dalam  peti.  Pada  zaman kuno  ada  peti batu,  kubur  batu  dan  lainnya. Sering pula di atas kubur diletakkan bunga-bunga. Pada hari ke-3, ke-7, ke- 40, ke-100,  satu  tahun,  dua  tahun,  dan  1000  hari diadakan selamatan. Saji-sajian dan selamatan adalah  unsur pengaruh kebudayaan praIslam,  tetapi  doa-doanya secara  Islam. Hal ini jelas menunjukkan perpaduan. Sesudah  upacara  terakhir (seribu hari) selesai, barulah kuburan  diabadikan,  artinya diperkuat  dengan bangunan dan batu.  Bangunan  ini disebut jirat atau  kijing. Nisannya diganti dengan nisan batu.  Di atas jirat sering  didirikan  semacam  rumah  yang  di atas  disebut cungkup.

2. Seni Ukir

            Pada masa perkembangan Islam di zaman  madya, berkembang     ajaran      bahwa seni ukir, patung, dan melukis makhluk hidup, apalagi manusia secara nyata, tidak diperbolehkan.Hal ini menyebabkan seni patung di Indonesia pada zaman madya, kurang  berkembang.  Padahal pada masa sebelumnya  seni patung sangat berkembang, baik patung-patung bentuk   manusia  maupun  binatang. Akan  tetapi, sesudah zaman madya, seni patung berkembang seperti yang dapat kita saksikan sekarang  ini. Walaupun   seni   patung  untuk   menggambarkan   makhluk hidup  secara  nyata  tidak  diperbolehkan. Akan tetapi,  seni  pahat atau  seni  ukir terus  berkembang. Para  seniman  tidak  ragu-ragu mengembangkan seni hias dan seni ukir dengan motif daun-daunan dan bunga-bungaan seperti yang telah dikembangkan sebelumnya. Kemudian  juga  ditambah seni hias dengan huruf  Arab (kaligrafi). Bahkan muncul  kreasi baru,  yaitu kalau terpaksa  ingin melukiskan makluk  hidup,  akan  disamar  dengan berbagai   hiasan,  sehingga tidak lagi jelas-jelas berwujud  binatang atau manusia. Banyak sekali bangunan-bangunan Islam yang dihiasi dengan berbagai  motif  ukir-ukiran.  Misalnya, ukir-ukiran  pada  pintu  atau tiang  pada  bangunan keraton  ataupun masjid, pada  gapura  atau pintu gerbang. Dikembangkan juga seni hias atau  seni ukir dengan bentuk  tulisan Arab yang dicampur  dengan ragam  hias yang lain. Bahkan ada  seni kaligrafi yang membentuk orang,  binatang, atau wayang.

3.  Aksara dan Seni Sastra

            Tersebarnya Islam di Indonesia  membawa pengaruh  dalam bidang  aksara  atau  tulisan.  Abjad atau  huruf-huruf Arab sebagai abjad yang digunakan untuk menulis bahasa  Arab mulai digunakan di Indonesia.  Bahkan  huruf  Arab  digunakan di bidang  seni  ukir. Berkaitan dengan itu berkembang seni kaligrafi. Di samping  pengaruh sastra Islam dan Persia, perkembangan sastra  di zaman  madya  tidak  terlepas  dari pengaruh unsur  sastra sebelumnya. Dengan  demikian  terjadilah  akulturasi  antara  sastra Islam dengan sastra  yang  berkembang di  zaman  praIslam.  Seni sastra  di zaman  Islam terutama berkembang di Melayu dan  Jawa. Dilihat dan corak dan isinya, ada  beberapa jenis seni sastra seperti berikut.

1) Hikayat adalah karya sastra yang berisi cerita sejarah ataupun dongeng. Dalam  hikayat  banyak  ditulis  berbagai   peristiwa yang  menarik,   keajaiban,   atau   hal-hal  yang  tidak  masuk akal. Hikayat ditulis dalam bentuk  gancaran (karangan  bebas atau  prosa). Hikayat-hikayat yang terkenal,  misalnya Hikayat Iskandar Zulkarnain, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Khaidir, Hikayat si Miskin, Hikayat 1001  Malam, Hikayat Bayan Budiman, dan Hikayat Amir Hamzah

2) Babad mirip dengan hikayat. Penulisan babad  seperti tulisan sejarah, tetapi isinya tidak selalu berdasarkan fakta.Jadi, isinya carapuran  antara   fakta  sejarah,  mitos,  dan  kepercayaan.Di tanah  Melayu terkenal  dengan sebutan tambo  atau  salasilah. Contoh   babad   adalah  Babad  Tanah  Jawi,  Babad  Cirebon, Babad Mataram, dan Babad Surakarta.

3) Syair berasal  dari perkataan Arab untuk  menamakan  karya sastra berupa  sajak-sajak yang terdiri atas empat  baris setiap baitnya.  Contoh  syair sangat  tua  adalah  syair yang  tertulis pada batu  nisan makam putri Pasai di Minye Tujoh.

4) Suluk merupakan karya sastra  yang berupa  kitab-kitab  dan isinya menjelaskan  soal-soal tasawufnya. Contoh  suluk yaitu Suluk Sukarsa, Suluk Wujil, dan Suluk Malang Sumirang.

4. Kesenian

        Di Indonesia,  Islam menghasilkan kesenian  bernapas Islam yang bertujuan untuk menyebarkan ajaran Islam. Kesenian tersebut, misalnya sebagai berikut.

1) Permainan   debus, yaitu tarian yang pada puncak acara para penari menusukkan benda   tajam  ke  tubuhnya tanpa meninggalkan  luka.  Tarian  ini diawali dengan pembacaan ayat-ayat dalam Al Quran dan salawat nabi. Tarian ini terdapat di Banten dan Minangkabau.

2) Seudati, sebuah   bentuk   tarian  dari  Aceh.  Seudati  berasal dan kata syaidati yang artinya permainan orang-orang besar. Seudati   sering  disebut   saman   artinya  delapan.  Tarian   ini aslinya dimainkan  oleh  delapan  orang  penari.  Para pemain menyanyikan  lagu yang isinya antara  lain salawat nabi.

3) Wayang, termasuk  wayang kulit, Pertunjukan wayang sudah berkembang sejak  zaman   Hindu,  akan   tetapi,   pada zaman  Islam terus dikembangkan. Kemudian  berdasarkan  cerita  Amir Hamzah dikembangkan pertunjukan wayang golek.

5. Kalender

        Menjelang tahun  ketiga pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab,  beliau berusaha membenahi kalender  Islam. Perhitungan tahun  yang dipakai atas dasar  peredaran bulan (komariyah). Umar menetapkan tahun  1 H bertepatan dengan tanggal  14 September 622 M, sehingga  sekarang  kita mengenal tahun  Hijriyah. Sistem  kalender  itu  juga  berpengaruh di  Nusantara. Bukti perkembangan sistem  penanggalan (kalender)  yang  paling  nyata adalah sistem kalender yang diciptakan oleh Sultan Agung. Ia melakukan  sedikit perubahan, mengenai nama-nama bulan  pada tahun   Saka.  Misalnya bulan  Muharam   diganti  dengan Sura dan Ramadan  diganti  dengan Pasa. Kalender tersebut dimulai tanggal 1 Muharam  tahun  1043  H. Kalender  Sultan  Agung  dimulai tepat dengan tanggal  1 Sura tahun  1555 Jawa (8 Agustus 1633). Masih terdapat beberapa bentuk  lain dan  akulturasi  antara kebudayaan pra-Islam dengan kebudayaan Islam. Misalnya upacara kelahiran perkawinan dan kematian. Masyarakat Jawa juga mengenal berbagai  kegiatan  selamatan dengan bentuk  kenduri.  Selamatan diadakan  pada  waktu  tertentu. Misalnya, selamatan atau  kenduri pada  10  Muharam   untuk  memperingati Hasan-Husen  (putra  Ali bin Abu Thalib), Maulid Nabi (untuk  memperingati kelahiran  Nabi Muhammad), Ruwahan (Nyadran) untuk menghormati para leluhur atau sanak keluarga yang sudah meninggal.


Sumber : Buku Sejarah kelas X

Komentar

Postingan populer dari blog ini

7 kelompok aset – sumber daya yang dimiliki oleh sekolah

  1. . Aset Sumber Daya Manusia Aset Sumber Daya Manusia adalah sesuatu yang dimiliki dari manusia, misalnya daya pikir, ide, pendapat, dan tenaga yang bisa melakukan berbagai usaha guna memenuhi kebutuhan hidupnya dalam bentuk apapun. Didalam ruang lingkup sekolah SDM pun harus bisa dilakukan sebaik mungkin. Terlebih orang-orang yang berada dalam bidang pendidikan harus memiliki kompeten dan integritas yang tinggi dalam bidangnya. Seperti halnya yang ada disekolah kami, bagaimana seorang Guru Sejarah bisa merangkap menjadi Konten Creator, ataupun guru TIK bisa menjadi seorang ahli musik. Hal-hal yang demikian tentunya bisa membuat sekolah itu sendiri mendapatkan SDM yang luar biasa dan merupakan aset berharga  yang dimiliki sekolah tersebut 2. Aset Sumber Daya Alam Aset Sumber Daya Alam adalah  segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sumber daya alam menjadi aset sekolah ketika aset yang dimiliki tersebut dapat dikelola

LK 2.1 Eksplorasi Alternatif Solusi (PPG Daljab 2022)

Pada kegiatan ini, Saudara akan memperoleh bimbingan/arahan dari dosen/guru pamong terkait pelaksanaan eksplorasi alternatif solusi sebagai bahan untuk menyusun dan mempersiapkan bahan presentasi yang nanti akan dituangkan dalam   LK  Hasil Riset Sederhana .   Serangkaian kegiatan eksplorasi alternatif solusi yang akan Saudara lakukan meliputi: Mengelompokkan eksplorasi alternatif solusi sebagai bahan untuk  m enyusun  dan mempersiapkan bahan presentasi  Melakukan kajian literatur untuk mengeksplor alternatif solusi sebagai bahan untuk menyusun dan mempersiapkan bahan presentasi LK alternatif solusi. Melakukan wawancara terkait alternatif solusi dengan  guru/k epala  s ekolah / pengawas sekolah /rekan sejawat di sekolah , pakar yang ditentukan secara mandiri  untuk mengeksplor alternatif solusi sebagai bahan untuk menyusun dan mempersiapkan bahan presentasi LK alternatif solusi. dibawah ini adalah contoh LK 2.1 E ksplorasi Alternatif Solusi  

Aset – aset dalam sebuah komunitas

  Dalam mengatasi tantangan pada pendekatan tradisional yang digunakan untuk mengatasi permasalahan perkotaan, di mana penyedia jasa dan lembaga donor lebih menekankan pada kebutuhan dan kekurangan yang terdapat pada komunitas, Kretzmann dan McKnight menunjukkan bahwa aset yang dimiliki oleh komunitas adalah kunci dari usaha perbaikan kehidupan pada komunitas perkotaan dan pedesaan . Menurut Green dan Haines (2002) dalam  Asset building and community development,  ada 7 aset utama atau di dalam buku ini disebut sebagai modal utama, yaitu : 1.    Modal Manusia Sumber daya manusia yang berkualitas, investasi pada sumber daya manusia menjadi sangat penting yang berhubungan dengan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan harga diri seseorang. Pemetaan modal atau aset individu merupakan kegiatan menginventaris pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan yang dimiliki setiap warganya dalam sebuah komunitas, atau dengan kata lain, inventarisasi perorangan dapat dikelompokkan berdasarkan sesuat