Kepada
Yth.
Mentri Pendidikan Kebudayaan Indonesia
di Tempat.
di Tempat.
Perkenalkan
saya : Drs. I Nyoman Yahya
NIP
19620224 198304 1 004
Jabatan :
Kepala Sekolah
WA 087
861 390 653
Dengan penuh rasa hormat,
sebagai seorang guru dan sekarang
kepala sekolah dalam pangkat Pembina Utama Madya, IV/ D dengan masa kerja 36
tahun lebih, Dengan tiada maksud ataupun niat mendiskreditkan siapapun, tapi
dengan penuh rasa beban, maka izinkan saya memberikan masukan tentang
implementasi pengelolaan Proses Pendidikan dan proses belajar mengajar selama
ini, Profesi Guru dirasa dalam kondisi terpasung dalam berbagai hal, sehingga
perlu diperjuangkan terjadinya perubahan yang merdekakan tugas dan fungsi
profesional guru dengan melakukan perubahan mendasar. Masukan ini kiranya dapat
jadi pertimbangan realistis dalam melakukan pembenahan mendasar dalam
pengembangan dan pengelolaan sistem pendidikan. Masukan ini murni kondisi
faktual yang dihadapi guru dalam tugas profesinya yang dibuat semakin semu dan
terpasung. Adapun kondisi riil dilapangan sebagai berikut :
1). Implementasi kurikulum 2013
hingga kini tidak bisa dipahami secara utuh, karena memang tidak dapat
dimengerti secara utuh sebagai akibat adanya kontradiksi dan pertentangan
antara pengertian tema, disiplin tiap ilmu bidang studi, tuntutan penyajian,
materi, dan penilaian (autentic assegment) lapangan
a). Kurikulum 2013 menekankan materi
tematik, tapi penyajian dan penilaian sehari hari masih tetap bidang studi.
b). Karakteristik penilaian kurikulum
2013 autentic assegment, tapi anak anak dibatasi dengan nilai Kreteria
Ketuntasan minimal 75, yangg tak mampu dicapai oleh siswa sehingga nilai
raportnya dimanipulasi dengan asumsi ( dikatrol) untuk mencapai KKM 75 agar
bisa naik dan lulus 100 %. maka berdampak pada hasil nilai yg semu dan
manipulatif. Seharusnya jika karakter
penilaian autentic assegment, mestinya tidak ada KKM, yg berdampak pada
manipulasi nilai dari nilai kenyataan menjadi nilai asumsi pencitraan.
2). Kejujuran semakin terkubur dalam
peningkatan kualitas SDM. karena bermain dan bertumpu pada pondasi laporan
nilai pendidikan Palsu. Dunia
pendidikan telah tenggelam pada kepalsuan dalam pelaporan hasil belajar siswa,
sebagi bukti nyata penghancuran dan pembunuhan karakter siswa secara sistemik,
akibat intervensi politik demi pencitraan penguasa.
3). Siswa belajar harus mencapai
Kreteria Ketuntasan Minimal ( nilai 75 ) pada hal nilai riil penilaian hasil
belajar siswa rata rata bergerak dari 10 sd 63 , jadi guru terpaksa ngatrol
nilai jadi minimal 75 sd 100 Agar semua bisa naik ataupun Lulus.
4). Sekolah dipaksa menaikan dan atau
meluluskan siswa 100 %. pada hal banyak yang tidak pantas naik dan lulus,
karena tidak mampu mencapai syarat minimal nilai 75.
5). Cari sekolah dibatasi dengan
Zonasi, cari sekolah nggak pakai nilai tapi KTP, bodoh pintar diterima asalkan
KTPnya ada di Zonasi. Dampaknya malas belajar toh semua naik dan lulus.
6). Dampak Zonasi, maka kebebasan
memilih sekolah berkualitas dan memilih sekolah yang SDM ketenagaan dipandang
oleh masyarakat, berintegritas jujur, demokratis dan adil serta obyektif dalam
assegment terhadap anak didik menjadi terpasung. Dalam hal memilih sekolah pada
dasarnya setiap orang boleh memilih. Adanya ZONASI dapat menghilangkan hak hak
dasar siswa dan atau orangnya memilih sekolah yg diminati. Siswa dan orang tua
dalam menentukan pilihan sekolah bermutu dengan kualitas persaingan yang jujur,
sehat dan akuntabilitas.
7). Dampak lain Zonasi adalah
penciptaan pemiskinan permanen. Contoh seorang calon siswa baru ber KTP dari pelosok
desa Auman Petang, atau desa terpencil di Singaraja atau dikarang asem, yang
bersama orang tuanya merantau ke Denpasar, Nusa Dua, Kuta, atau Badung,
terpaksa lagi balik kekampung miskin dengan segala keterbelakangan kampung baik
ekonomi, infrastruktur dan pendidikan serta kesehatan.
hanya karena Sistem Zonasi dimana
anaknya tidak bisa sekolah dirantau karena tidak masuk jalur Zonasi maupun
jalur prestasi. Si Anak tumbuh miskin dan dewasa lalu merantau lagi seperti
ayahnya ke daerah tujuan rantauan. Begitu punya anak usia sekolah terpaksa
pulang kampung untuk hidup miskin lagi, ini miskin permanen karena Zonasi
pendidikan. Seharusnya Zonasi
dilakukan bila pemerintah sudah mampu meratakan pertumbuhan dan sumber sumber
ekonomi secara merata, sehingga tidak ada yang merasa merantau lagi, karena
sudah cukup sejahteta dikampungnya. Zonasi dipaksakan tanpa didahului
pemerataan kesejahteraan baik dari sudut ekonomi, pendidikan, kesehatan dan
infrastrukturnya.
Akibat sistem implementasi zonasi
yang carut marut dan mengabaikan prinsip prinsip hak hak dasar manusia secara
adil, selaras serasi dan seimbang, sehingga banyak pendatang menangisi anaknya
tidak dapat sekolah , akhirnya kembali pulang kampung hidup miskin, Pemiskinan Permanen.
8). Sistem karir guru yang dibuat
sulit dalam kenaikan pangkat guru dengan memenuhi nilai yang diukur dari Karya
Ilmiah atau Publikasi Ilmiah, Jurnal ilmiah dan unsur unsur penunjang, bukannya
membangun tingkat dan kualitas profesional guru dan tenaga pendidikan lainnya,
tapi justru berdampak pada pelacuran profesi guru. Para pengelola pendidikan
dan PGRI saat ini sedang bersama melakukan pembiaran terhadap jual beli Karya
Ilmiah yg seharusnya dikerjakan guru dalam tugas profesinya dalam pengembangan
keprofesian berkelanjutan, parahnya jual beli itu dimotori oleh Pengawas,
Asssesor (Tim penilai) Pengelola Pendidikan dengan pekerjanya para pengawas dan
assesor tim penilai, yang menjadikan para guru duplikator dan atau plagiator
dengan memberikan draf draf PTK dan kajian jurnal karya ilmiah sebanyak yg
dibutuhkan.
9). Cari kerja tidak perlu nilai ijazah
, jauh lebih penting ada kenalan DPRD atau Tim Sukses yg dekat dengan penguasa.
Disini tidak perlu pintar, yang pintar pasti kalah dengan yg dungu karena tidak
punya line KKN dengan pejabat.
10). Keadaan tenaga pendidik dan
kependidikan.
Di setiap sekolah jumlah guru PNS
semakin berkurang karena memasuki usia pensiun atau meninggal. Rasio rata rata
antara guru PNS dan guru honorer diestimasi kisaran 40 % PNS dan 60 % honorer
atau 2 : 3, bahkan disuatu sekolah negeri hanya Kepala Sekolah dan guru yg jadi
Bendahara BOSnya PNS yg lainnya honorer, sementa lainnya semua pegawai honorer.
Rekrutmen PNS sekarang ini sangat tidak rasionil dengan kebutuhan. Dengan kata
lain tenaga PNS di dunia pendudikan sangat jauh kurang dari kebutuhan riil.
Jika Guru pencetak SDM pondasi KEKUATAN , keutuhan, kesatuan dan persatuan NKRI
makin rapuh terpuruk dan tak punya daya saing.
Sistem rekrutment honorer yg satu
pintu melalui jejaring KKN para DPRD, Pejabat Pemda dan tim suksesnya yang
harus dilalui sarat dengan kepentingan KKN dan unsur SARA, makin mengokohkan
NKRI bukan negara DEMOKRASI karena tidak demokratis yang mampu menempatkan Hak dan
Harkat Martabat Manusia Indonesia pada tempat yang sebenarnya berdasarkan Hak
Hak Dasar Manusia sebagai Individu dan makhluk sosial.
11). Dewasa ini, masyarakat makin
menyadari masa depan makin sulit tanpa harapan dalam persaingan gurita Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme makin liar, bringas, keras dan mencekik jiwa raga dan masa
depan makin suram akibat sistem politik kekuasaan yang mencekram harkat
martabat dan demokratisasi serta manusia sebagai makhluk individu yg memiliki
hak hak dasar.
Komentar
Posting Komentar