Skip to main content

Posts

Mengoptimalkan Budaya Literasi bagi siswa-siswi di Masa Pandemi

  Minat masyarakat Indonesia terhadap dunia literasi bisa dikatakan cukup buruk, terbukti dengan perolehan data dari survei Kemendikbud yang merilis data PISA (The Programme for International Student Assessment) yang merupakan sistem ujian diinisasi oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) pada 2016, bahwa angka literasi Indonesia dalam posisi yang mengkhawatirkan. Dengan menduduki peringkat 64 dari 65 Negara, juga dalam penelitian yang sama, pada bidang membaca, Indonesia menempatkan peringkat 57. Kemudian ada pula data dari hasil penelitian Perpusnas (Perpustakaan Nasional Republik Indonesia) tahun 2017 mengenai rendahnya budaya literasi di Indonesia dengan angka 36,48 persen data yang tersaji. Kesimpulan itu antara lain disumbangkan oleh rendahnya   rata-rata frekuensi membaca masyarakat Indonesia yang hanya   tiga sampai empat kali per minggu. Interval waktu membaca hanya 30-59 menit dengan jumlah konsumsi buku yang ditamatkan sebanyak lima hingga sembila

Teori Masuknya Islam ke Indonesia

          Kedatangan Islam ke Nusantara mempunyai sejarah yang panjang. Satu di antaranya adalah tentang interaksi ajaran Islam dengan masyarakat di Nusantara yang kemudian memeluk Islam. Wujud dari keberlangsungan interaksi yang hingga kini masih terlihat adalah banyaknya umat Muslim Indonesia yang menjalankan ibadah haji dan umrah. Di samping itu tidak sedikit para ulama dari Timur Tengah yang berkunjung ke Indonesia dalam rangka berdakwah. Bagi umat Islam di Indonesia, berbagai bentuk interaksi tersebut akan semakin memantapkan keimanan dan ketakwaan terhadap ajaran agamanya. Teori Masuknya Islam ke Indonesia 1. Teori Gujarat Sarjana-sarjana Barat—kebanyakan dari Negeri Belanda—mengatakan bahwa Islam yang masuk ke Kepulauan Indonesia berasal dari Gujarat sekitar abad ke-13 M atau abad ke-7 H. Pendapat ini mengasumsikan bahwa Gujarat terletak di India bagian barat, berdekatan dengan Laut Arab. Letaknya sangat strategis berada di jalur perdagangan antara timur dan barat. Pedagan

Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu-Buddha

          Akulturasi kebudayaan yaitu suatu proses percampuran antara unsur-unsur kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain, sehingga   membentuk   kebudayaan baru.   Kebudayaan   baru   yang merupakan hasil percampuran itu masing-masing tidak kehilangan kepribadian/ciri khasnya.  Oleh karena itu, untuk dapat berakulturasi, masing-masing kebudayaan harus  seimbang . Begitu juga untuk kebudayaan Hindu-Buddha dari India dengan kebudayaa Indonesia asli. Contoh   hasil akulturasi antara   kebudayaan Hindu-Buddha dengan kebudayaan Indonesia asli sebagai berikut. 1.   Seni Bangunan Bentuk-bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya merupakan bentuk akulturasi antara     unsur-unsur budaya Hindu- Buddha dengan unsur budaya Indonesia asli. Bangunan yang megah, patung-patung   perwujudan   dewa    atau    Buddha,    serta    bagian- bagian candi dan stupa adalah unsur-unsur dari India. Bentuk candi- candi di Indonesia pada hakikatnya   adalah   punden berundak yang merupakan

Terbentuknya Jaringan Nusantara Melalui Perdagangan

  Jalur-jalur    perdagangan   yang    berkembang   di    Nusantara sangat   ditentukan oleh   kepentingan ekonomi   pada   saat   itu   dan perkembangan rute perdagangan dalam setiap   masa yang berbeda- beda. Jika pada masa praaksara   hegemoni budaya dominan   datang dari pendukung budaya   Austronesia   dari Asia Tenggara Daratan. Pada   masa   perkembangan Hindhu-Buddha   di Nusantara   terdapat dua   kekuatan peradaban besar,   yaitu   Cina   di utara   dan   India di bagian barat daya. Keduanya merupakan dua kekuatan super power pada masanya dan pengaruhnya amat besar terhadap penduduk di Kepulauan   Indonesia.   Bagaimanapun, peralihan   rute   perdagangan dunia   ini telah   membawa berkah   tersendiri   bagi   masyarakat   dan suku bangsa   di Nusantara. Mereka secara langsung   terintegrasikan ke dalam   jalinan perdagangan dunia   pada   masa   itu. Selat Malaka menjadi    penting    sebagai    pintu    gerbang   yang   menghubungkan antara   pedagang-pedagang Cina dan peda

Kerajaan Buleleng

               Menurut   berita   Cina   di sebelah   timur   Kerajaan   Kaling ada daerah   Po-li atau   Dwa-pa-tan   yang dapat   disamakan   dengan Bali. Adat istiadat   di Dwa-pa-tan   sama   dengan kebiasaan   orang-orang Kaling. Misalnya, penduduk biasa   menulisi daun   lontar.   Bila ada orang   meninggal,    mayatnya   dihiasi dengan emas   dan   ke   dalam mulutnya dimasukkan   sepotong emas, serta diberi bau-bauan yang harum.   Kemudian mayat itu dibakar. Hal itu menandakan Bali telah berkembang.  Dalam  sejarah  Bali, nama  Buleleng  mulai  terkenal   setelah periode  kekuasaan Majapahit. Pada waktu  di Jawa  berkembang kerajaan-kerajaan Islam, di Bali juga berkembang sejumlah kerajaan. Misalnya Kerajaan Gelgel, Klungkung,  dan Buleleng yang didirikan oleh  I Gusti Ngurak  Panji Sakti, dan  selanjutnya  muncul  kerajaan yang  lain.  Nama  Kerajaan  Buleleng semakin  terkenal,  terutama setelah  zaman  penjajahan Belanda di Bali. Pada waktu  itu pernah terjadi perang  rakyat

Kerajaan Majapahit

Setelah   Singhasari jatuh,   berdirilah kerajaan   Majapahit   yang berpusat di Jawa Timur, abad   ke-14 - ke-15 M. Berdirinya kerajaan ini sebenarnya sudah direncanakan oleh Kertarajasa Jayawarddhana (Raden Wijaya). Ia mempunyai tugas untuk melanjutkan   kemegahan Singhasari   yang   saat   itu   sudah   hampir   runtuh.   Saat   itu   dengan dibantu   oleh   Arya   Wiraraja   seorang   penguasa   Madura,   Raden Wijaya   membuka   hutan   di   wilayah   yang   disebut   dalam   kitab Pararaton   sebagai hutannya orang Trik. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya   diambil dari buah   maja, dan rasa “pahit” dari buah tersebut. Ketika   pasukan    Mongol   tiba,   Raden   Wijaya bersekutu dengan pasukan   Mongol untuk   bertempur melawan   Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang pasukan   Mongol   sehingga   memaksa   mereka   menarik pulang kembali pasukannya. Pada masa pemerintahannya Raden Wijaya mengalami pemberontakan   yang   di